Hasil Investigasi Kasus Kematian dan Penurunan Produksi Telur pada Sentra Peternakan Unggas Komersial di Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta Tahun 2018

Abstract
Berbagai permasalahan pernyakit unggas terjadi pada tahun 2017. Walaupun virus Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) H9N2 berhasil diisolasi dari outbreak penyakit penurunan produksi telur pada peternakan layer di awal 2017, terdapat keraguan apakah kasus ini diakibatkan infeksi tunggal virus H9N2 atau ko-infeksi dengan agen lainnya serta dipengaruhi masalah manajemen peternakan. Selain itu, dilaporkan adanya peningkatan kasus kematian pada broiler sejak pertengahan 2017. Investigasi kasus dilakukan Balai Besar Veteriner Wates dengan tujuan untuk mengetahui distribusi kasus di lapangan, penyebab penyakit, dan faktor resiko yang berkaitan dengan penurunan produksi telur dan kematian pada sentra peternakan unggas komersial di Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Metodologi investigasi meliputi pemilihan daerah berdasarkan laporan kasus dan resiko penyakit di daerah populasi tinggi unggas komersial layer, broiler, dan ayam jawa super di 10 kabupaten (Kendal, Semarang, Karanganyar, Sleman, Bojonegoro, Lamongan, Tulungagung, Blitar, Kediri, dan Malang), pengambilan sampel, wawancara dengan peternak, dan uji laboratorium untuk diagnosis dan deteksi agen penyakit, serta identifikasi faktor resiko dengan pendekatan case-control study. Jumlah peternakan yang disurvei sebanyak 58 peternakan komersial Sektor-3, terdiri dari: 35 peternakan layer (550 ekor), 20 broiler (340 ekor), dan 3 jawa super (45 ekor). Definisi kasus ditetapkan berdasarkan tanda klinis: pada layer adalah penurunan produksi telur > 40% dengan atau tanpa disertai kematian; pada broiler dan jawa super adalah gangguan pernafasan, pencernaan, motorik, atau pertumbuhan diikuti kematian > 10%. Teridentifikasi 27 peternakan kasus (case) dan 31 peternakan non-kasus (control). Kasus pada layer terjadi sejak Maret 2017; kematian sporadik pada broiler terjadi pada Juli, September, Desember 2017 dan Januari 2018; dan kematian pada Jawa super terjadi pada November-Desember 2017. Kasus penurunan produksi telur > 40% ditemukan di semua kabupaten, dimana 14 dari 19 kasus pada layer (73.7%) memiliki tanda klinis gangguan pernafasan dan penurunan produksi. Pada broiler dan jawa super, 6 dari 8 kasus penyakit (75.0%) memiliki tanda klinis berak putih, stunting, kesusahan berjalan, dan kematian. Lebih dari 69% unggas layer menunjukkan respon antibodi tinggi (titer HI > 16) terhadap virus ND, AI subtipe H5 (AI-H5), dan AI subtipe H9 (AI-H9). Sebaliknya, proporsi antibodi tinggi terhadap ND, AI-H5, AIH9 pada unggas broiler dan jawa super bervariasi dari 7-51%. Virus AI-H9 tidak terdeteksi di semua peternakan, tetapi virus AI-H5, virus ND, bakteri Mycoplasma gallisepticum, parasit Eimeria sp., perubahan histopatologis inclusion body hepatitis (IBH), kadar protein kasar yang rendah (<18%), dan kandungan aflatoxin yang tinggi (>50 µg/Kg) berhasil dideteksi dari beberapa peternakan dengan tanda-tanda klinis di atas. Hasil ini mengindikasikan bahwa kasus penyakit pada unggas komersial tidak hanya disebabkan oleh infeksi tunggal agen, tetapi lebih bersifat multifaktor, melibatkan beberapa agen dan dipengaruhi kondisi lingkungan/manajemen peternakan. Investigasi lanjutan diperlukan untuk mengetahui apakah antibodi tinggi terhadap H9 disebabkan kekebalan vaksinasi atau akibat paparan infeksi virus AI H9 lapang. Biosekuriti dan manajemen, termasuk perbaikan mutu pakan dan peningkatan kekebalan unggas melalui vaksinasi, perlu ditingkatkan untuk mencegah kasus serupa di masa mendatang.
Description
Keywords
Investigasi outbreak, Penurunan produksi, Agen penyakit, Unggas komersial, Faktor resiko
Citation