KEARIFAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN DI KALIMANTAN
Loading...
Date
2007
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Balittra
Abstract
Description
Luas lahan gambut di Indonesia merupakan 87% dari seluruh luas gambut di
Asia Tenggara atau 52,4% dari seluruh lahan gambut di daerah tropik. Lahan gambut di
Indonesia tersebar di Sumatera (41,1 %), Kalimantan (33,8%), Papua (23,0%), Sulawesi
(1,6%), Halmahera dan Seram (0,5%). Oi Kalimantan, lahan gambut terdapat di wilayah
pantai Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan serta
sebaqian kedl pantai Kalimantan Timur (Komarudin, 1998).
Lahan gambut dianggap sebagai lahan bermasalah karena mempunyai sifat
marginal dan dihadapkan dalam beberapa kendala apabila dikembangkan sebagai
lahan pertanian, antara lain 1) daya dukung bebannya (bearing capacity) yang rendah
sehingga menyukarkan tanaman dalam menjangkarkan akarnya secara kokoh, 2) daya
hantar hidrolik secara horizontal sangat besar tetapi secara vertikal sangat kedl
sehingga menyulitkan mobilitas ketersediaan air dan hara tanaman, 3) bersifat
mengkerut tak balik (irreversible) sehingga menurunkan daya retensi air dan peka
terhadap erosi yang mengakibatkan mudahnya hara tanaman tercuci dan 4) terjadinya
penurunan permukaan tanah setelah dilakukan pengeringan atau dimanfaatkan untuk
budidaya tanaman. Oleh karena itu, pemanfaatan lahan gambut untuk usaha pertanian
memerlukan pengetahuan dan teknologi khusus karena sifatnya yang khas dan berbeda
dengan lahan-Iahan lain sebagaimana lahan alluvial pada umumnya (Noar et al., 1991).
Kebakaran lahan gambut hampir terjadi setiap tahun, dengan penyebab dari
kondisi yang rawan kebakaran yang erat kaitannya dengan agrofisik lahan dan
lingkungan termasuk pranata hidrologi dan aspek sosial ekonomi yang terkait dengan
pemilikan lahan, kebijakan pemerintah, norma-norma sosial yang berkembang termasuk
persepsi petani tentang lahan gambut. Oampaknya bervariasi tergantung intensitas
kebakaran, kebakaran ringan hanya berakibat pada kenaikan biaya usahatani tetapi
kebakaran berat menimbulkan dampak yang sangat luas seperti degradasi lahan,
adanya lahan tidur, kerusakan pranata hidrologi, perubahan pola tanam, hilangnya mata
pencaharian penduduk dan migrasi penduduk ke luar desa (Noorginayuwati dan Noar,
1999).
Menurut Widjaja-Adhi et al. (1998) lahan gambut dalam sering dianggap lahan
tidak layak huni, dimana menurut penqalsman pelaksanaan Proyek Pembukaan
Persawahan Pasang Surut (P4S) petani transmigran sebagian besar meninggalkan
lahannya bila tanahnya berupa gambut dalam. Namun petani di Riau dapat mendiami
lahan gambut dalam dan menanaminya dengan kelapa. Mereka juga dapat
memanfaatkan lahan gambut dangkal yang terluapi pasang untuk persawahan pasang surut. Menurut Noorsyamsi dan Hidayat dalam Noar et al. (1991)
Keywords
KEARIFAN LOKAL LAHAN GAMBUT KALIMANTAN