Analisis Kelayakan Ekonomi, Keberlanjutan Usahatani dan Faktor-Faktor Penentu Adopsi Benih Jagung Transgenik di Indonesia

Abstract
Description
EnglishAn ex ante valuation was carried out to determine economic feasibility and sustainability of transgenic Bt and RR corn seeds adoption at farm level. Farm surveys were conducted in East Java and Lampung provinces to collect data from the existing corn farms. Data were analyzed using methods of input-output analysis, contingent valuation method (CVM) and multi-attribute value theory (MAVT). Simulated input-output analysis (with vs without) was conducted using previously available trial data and reference from a neighbor country. For analyzing factors enabling effective adoption of transgenic corn, some experts were requested to weigh potential alternatives based on various criteria, sub-criteria and indicators employing analytical hierarchy process (AHP) technique. Feasibility valuation showed that transgenic corn provides higher farm revenue than that of conventional hybrid corn, i.e., Rp. 10.7 – 14.4 million and Rp. 10.2 – 12.4 million per hectare, respectively. Majority of farmers were willing to pay higher price for transgenic corn seeds but not exceeding 10% of hybrid corn seeds price. Sustainability index calculated at farm level showed slightly higher aggregate index of transgenic corn seeds adoption compared to that of existing hybrid corn. Institutional framework and capacity, regulation and public perception were seen as the most critical factors in ensuring successful adoption of transgenic seeds in Indonesia.      IndonesianValuasi ex ante dilakukan untuk menentukan kelayakan ekonomi dan keberlanjutan adopsi jagung transgenik BT dan RR pada tingkat usahatani. Survai usahatani dilaksanakan di dua provinsi, Jawa Timur dan Lampung, untuk mengumpulkan data usahatani jagung. Data diolah dengan beberapa metode, yakni analisis input-output, contingent valuation method (CVM) dan multi-attribute value theory (MAVT). Analisis input-output yang disimulasikan (dengan vs tanpa) dilakukan dengan menggunakan data percobaan sebelumnya dan merujuk pada data dari negara tetangga. Untuk analisis faktor-faktor penentu adopsi tanaman transgenik yang efektif dilakukan wawancara dengan beberapa pakar untuk menimbang alternatif-alternatif potensial berdasarkan berbagai kriteria, subkriteria dan indikator dengan menggunakan teknik analytical hierarchy process (AHP). Hasil valuasi kelayakan menunjukkan bahwa jagung transgenik memberikan penerimaan usahatani lebih tinggi dibandingkan dengan jagung hibrida konvensional, yakni masing-masing Rp 10,7 – 14,4 juta dan Rp 10,2 – 12,4 juta per hektar. Sebagian besar petani bersedia membayar lebih mahal untuk benih jagung transgenik, namun tidak melebihi 10% dari harga benih jagung hibrida saat penelitian ini. Indeks keberlanjutan yang dihitung pada tingkat usahatani menunjukkan indeks agregat yang sedikit lebih tinggi dengan adopsi benih jagung transgenik dibandingkan dengan jagung hibrida. Kerangka dan kapasitas kelembagaan, regulasi, dan persepsi publik dinilai sebagai faktor-faktor paling kritikal bagi keberhasilan adopsi benih tanaman transgenik di Indonesia.
Keywords
Citation