Prosiding Seminar Nasional Bioetika Pertanian

Browse

Recent Submissions

Now showing 1 - 5 of 22
  • Item
    Kajian Ekonomis dan Pengembangan Pengetahuan Lokal Teknologi Budi Daya Jeruk di Lahan Pasir Pantai Selatan Kabupaten Kulon Progo
    (BB Biogen, 2009-12) Rustijarno ...[at a], Sinung; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
    Kajian Ekonomis dan Pengembangan Pengetahuan Lokal Teknologi Budi Daya Jeruk di Lahan Pasir Pantai Selatan Kabupaten Kulon Progo. Pengelolaan sistem usahatani di lahan pasir Pantai Selatan Kulon Progo memerlukan biaya agroinput yang tinggi, sehingga perlu dipilih komoditas yang mampu beradaptasi dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. Komoditas tanaman yang mampu beradaptasi di lahan pasir di antaranya adalah semangka, cabe, melon, dan jeruk Siam. Berbagai teknologi pertanian di lahan pasir pantai selatan Kulon Progo sudah didiseminasikan ke petani melalui teknologi perbaikan sifat fisik dan kimia tanah dengan penggunaan bahan organik dan pembenah tanah. Perubahan teknologi memiliki konsekuensi tambahan biaya dan risiko kegagalan, sehingga petani menerapkan teknologi budi daya berbasis pengetahuan lokal (indigenous knowledge) berdasarkan kesesuaian teknis, sumber daya, dan sosial ekonomi petani serta infrastruktur yang tersedia. Pengkajian dilakukan di Dusun Garongan, Desa Plered, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, pada bulan Agustus-November 2006, dengan menggunakan metode survei. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa budi daya jeruk di lahan pantai selatan Kulon Progo dirintis sejak tahun 1998 dan berkembang mulai tahun 2003. Usahatani jeruk cukup menguntungkan, dengan nilai NPV Rp 11.025.115, net B/C 3,49, dan IRR 19,16% serta payback period selama 3 tahun. Pengetahuan lokal petani berkembang untuk mengantisipasi permasalahan teknis budi daya di lahan pasir yang miskin hara, di antaranya peningkatan kualitas kesuburan lahan dan penanggulangan hama dan penyakit. Akses dan jaringan informasi cukup baik, tetapi kelemahannya adalah aspek pemasaran hasil, karena bergantung pada pedagang lokal. Manajemen pemasaran jeruk Siam di daerah ini perlu diperbaiki.
  • Item
    Akselerasi Inovasi Teknologi Budi Daya Salak Pondoh Organik Melalui Penerapan SPO-GAP di Desa Merdikorejo Kecamatan Tempel Kabupaten Sleman
    (BB Biogen, 2009-12) Rustijarno ...[at a], Sinung; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
    Akselerasi Inovasi Teknologi Budi Daya Salak Pondoh Organik Melalui Penerapan SPO-GAP di Desa Merdikorejo Kecamatan Tempel Kabupaten Sleman. Pemenuhan kebutuhan pangan dengan pemanfaatan input-input kimiawi yang mudah diperoleh dan dalam jumlah sedikit mampu meningkatkan produksi secara drastis ternyata mempunyai dampak yang merugikan. Dampak jangka panjang yang terjadi adalah degradasi kualitas lingkungan hidup khususnya sumber daya lahan pertanian berupa penurunan kualitas tanah. Keberlanjutan sumber daya pertanian tergantung pada inovasi teknologi pertanian yang ramah lingkungan dengan pemanfaatan bahan organik. Tujuan kajian adalah untuk mengetahui inovasi teknologi budi daya salak pondoh organik melalui penerapan SPO-GAP (Standard Procedure Operational-Good Agricultural Practices). Kajian dilakukan di Klinik Teknologi Pertanian (Klinttan) Duri Kencana Desa Merdikorejo Kecamatan Tempel Kabupaten Sleman pada tahun 2005. Metode yang digunakan adalah survai, analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa budi daya salak pondoh berkembang sejak tahun 1982, teknologi pemupukan menggunakan pupuk kandang dan aspek pemasaran masih tergantung pada pedagang lokal tanpa menggunakan klasifikasi produk organik. Teknologi budi daya dan manajemen usaha salak pondoh diarahkan menuju produk organik dengan menggunakan pedoman budi daya yang baik (GAP), standarisasi mutu, sertifikasi, dan labelisasi produk serta menjalin kerja sama dengan mitra usaha. Salak pondoh Sleman merupakan salah satu contoh penerapan SPO salak dan telah mendapatkan serifikat klasifikasi mutu salak pondoh Prima 3. Strategi pengembangan usaha agribisnis dapat dioptimalkan dengan melakukan perbaikan teknologi produksi menuju sertifikasi produk Prima 2, optimalisasi sumber daya alam dan pengembangan kelembagaan.
  • Item
    Potensi Kratok (Phaseolus lunatus Linn.) dalam Tinjauan Bioetika Pangan dan Industri
    (BB Biogen, 2009-12) Munip, Abdul; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
    Potensi Kratok (Phaseolus lunatus Linn.) dalam Tinjauan Bioetika Pangan dan Industri. Kratok (Phaseolus lunatus Linn.) merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang potensial sebagai sumber protein nabati. Kandungan protein pada tanaman ini sekitar 25%, mendekati kandungan protein pada kedelai dan kacang hijau, masing-masing 39,3% dan 25,6%). Tanaman ini juga memiliki beberapa keunggulan, yaitu produktivitas yang tinggi, berkisar antara 1,0-4,5 t/ha, bergantung pada kondisi pertumbuhannya. Tanaman kratok mudah dibudidaya pada berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berpasir hingga tanah liat. Tanaman ini toleran terhadap lahan kering, ketinggian 2-2.400 m di atas permukaan laut, suhu 12-32oC dan curah hujan 700-4.200 mm/th, tetapi tidak toleran terhadap pH tanah 5,8-6,5. Hampir seluruh bagian tanaman kratok dapat dimanfaatkan, misalnya polong muda sebagai sayur, hijauan sebagai pupuk dan tanaman penutup (cover crop), dan bijinya sebagai bahan pangan dan pakan. Sebagai tanaman penutup, kratok toleran terhadap lahan kurang subur, karena menghasilkan banyak brangkasan (20t/ha). Jenis tanaman kratok dapat dibedakan menjadi dua, yaitu jenis kratok manis dan jenis kratok pahit. Jenis kratok pahit mengandung asam sianida tinggi yang bersifat racun dan dapat mengakibatkan pusing pada manusia atau kematian pada ternak. Sifat racun ini dapat dihilangkan melalui proses pengolahan khusus. Sampai saat ini, di Indonesia, kemurnian spesies dan kemurnian tanaman kratok belum pernah diidentifikasi. Dalam perdagangan di pasar lokal dan regional, biji kratok manis dan kratok pahit masih tercampur menjadi satu sehingga konsumen merasa kuatir mengonsumsi kratok. Hal ini melanggar prinsipprinsip bioetika, sehingga perlu dibuat ketentuan dan aturan guna menjamin keamanan dan keselamatan penggunanan produk tanaman ini.
  • Item
    Bioetika dalam Pengelolaan Lahan Irigasi dan Pemanfaatan Air Mendukung Ketahanan Pangan
    (BB Biogen, 2009-12) Dewi, Yovita Anggita; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
    Bioetika dalam Pengelolaan Lahan Irigasi dan Pemanfaatan Air Mendukung Ketahanan Pangan. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi setiap saat dan merupakan unsur yang sangat penting dan strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan manusia. Oleh karena itu, hak atas pangan merupakan bagian penting dari hak azasi manusia. Di samping itu, pangan memiliki fungsi yang sangat strategis. Untuk mewujudkan ketahanan pangan diperlukan upaya peningkatan produksi pangan secara terus menerus terutama beras baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi dengan memperhatikan kaidah-kaidah bioetika. Saat ini, sekitar 80% produksi beras dihasilkan dari lahan irigasi, terutama di Jawa. Di sisi lain, luas lahan pertanian terus menyusut dan terjadi pelandaian produktivitas lahan. Kondisi ini disebabkan oleh terjadinya konversi lahan secara terus menerus tanpa diimbangi pembukaan sawah baru, dan pemanfaatan pupuk anorganik berlebihan yang telah menurunkan kualitas lahan. Dalam dasa warsa terakhir, investasi untuk membuka lahan sawah baru juga masih sangat terbatas, termasuk pembangunan infrastruktur irigasi dalam skala yang besar. Masalah lain yang perlu mendapat perhatian adalah kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai (DAS), sehingga sering terjadi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Kondisi ini diperburuk oleh pengaruh pemanasan global akibat efek Gas Rumah Kaca (GRK), sehingga terjadinya perubahan iklim sulit diprediksi. Untuk menghadapi masalah dan tantangan tersebut diperlukan peraturan perundangan atau instrumen untuk mencegah konversi lahan irigasi ke non pertanian, penetapan lahan pertanian (irigasi) abadi, mendorong pemanfaatan pupuk organik, perbaikan manajemen pengelolaan air di tingkat usahatani, konservasi DAS, dan meningkatkan partisipasi petani dalam konservasi lahan dan air untuk menjamin kesejahteraan petani secara berkelanjutan. Penerapan prinsip-prinsip bioetika diharapkan dapat mengatasi konflik kepentingan jangka pendek, perebutan kepentingan lintas sektor, dan tekanan sosial-ekonomi penduduk yang terus meningkat, dalam rangka mendukung ketahanan pangan secara berkelanjutan.
  • Item
    Bioetika Pertanian dalam Kearifan Lokal di Indonesia
    (BB Biogen, 2009-12) Ashari; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
    Bioetika Pertanian dalam Karifan Lokal di Indonesia. Indonesia memiliki 746 bahasa daerah yang menunjukkan keanekaragaman bahasa mencerminkan keanekaragaman budaya yang disertai keberadaan kearifan-kearifan lokal dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya hayati dengan ekosistemnya yang bermuatan konsep konservasi. Kearifan-kearifan tersebut merupakan normanorma sosial yang berlaku dan dihormati baik oleh suatu komunitas maupun lintas komunitas. Banyak kearifan lokal yang bernilai luhur sebagai konsep ideal, tetapi beberapa di antaranya bermuatan “negatif” bagi semangat pembangunan. Nilai-nilai luhur dalam perspektif pembangunan pertanian disebut bioetika pertanian tradisional. Berdasarkan pengalaman dari interaksi tentang bioetika pertanian dalam kehidupan sehari-hari pada dengan masyarakat pedesaan dari Sabang hingga Merauke, perkembangan ilmu dan teknologi dan kemajuan di bidang industri pada umumnya masih kurang mendapat perhatian. Sesungguhnya nilai bioetika merupakan kekuatan dasar dalam pengembangan dan pembangunan dalam masyarakat. Lunturnya bahasa daerah yang mengandung nilai-nilai luhur terjadi akibat kurang pedulinya masyarakat setempat, sehingga terjadi erosi bahasa daerah. Nilai-nilai luhur bioetika pertanian yang ada hingga saat ini belum mendapat sentuhan yang memadai, terutama berkaitan dengan pengembangan dan pembangunan. Suatu komunitas kecil suku Marin di Merauke yang terisolir dari kemajuan telah menerapkan koonservasi untuk memelihara tanaman sago sebagai sumber pangan. Di sebelah utara kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera barat, terdapat aturan tentang cara panen ikan yang hanya dilakukan pada bulanbulan tertentu. Tanah ulayat yang merupakan konsep tradisional untuk mengamankan aset komunitas, saat ini dianggap menghambat pembangunan daerah. Ladang berpindah yang telah dilakukan secara luas oleh petani setempat, sesungguhnya mengandung konsep konservasi untuk memelihara keamanan produksi pangan. Suku Badui Dalam dengan kesederhanaannya selalu menjaga lingkungan biotik pertanian (taaman dan hewan) berdasarkan kearifan lokal. Komunitas di Bali dengan Sistim Subak, suatu sistem pengelolaan padi sawah pada komunitas di Bali juga merupakan kearifan lokal yang memiliki nilai bioetika yang luhur dan menjadi bagian yang mendukung konsep pembangunan. Suku Toraja sangat menghormati leluhurnya untuk berhubungan dengan Penciptanya, tetapi kurang diimbangi dengan pemikiran tentang kebutuhan masa depan keturunannya. Berdasarkan kearifan lokal dapat dijadikan sebagai dasar bioetika pertanian tradisional, maka dapat disimpulkan dan disarankan bahwa: (1) Banyak kearifan lokal yang luhur memiliki nilai positif dan ideal untuk pembangunan daerah, tetapi ada juga yang bersifat negatif bagi pembangunan. Kearifan yang bermuatan negatif, masih dapat dimanfaatkan sebagai terobosan dalam pembangunan daerah, jika dapat menyiasatinya secara sosial dan berkomunikasi secara efektif bagi kepetingan umum, melalui kewenangan pemerintah daerah dan adat. Yang bermuatan positif dapat merupakan konsep ideal bagi pembangunan daerah; (2) Bioetika pertanian dalam kearifan lokal suku-suku minoritas di pedalaman yang terbelakang dan jauh dari sentuhan budaya maju dijumpai konsep-konsep pembangunan yang menjadi kekayaan budaya dan perlu digali, dipelajari serta dilestarikan, (3) Perlu lebih diperhatikan potensi sosial budaya lokal dengan bahasa dan muatan kearifan-kearifan dalam bioetika pertanian yang dianutnya serta maknanya bagi pembangunan pertanian.