Inovasi Teknologi Bioindustri Kakaohttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/154932024-03-28T12:42:42Z2024-03-28T12:42:42Z211STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONALSudjarmoko, Bedyhttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/160492022-06-06T07:05:02Z2014-01-01T00:00:00Zdc.title: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
dc.contributor.author: Sudjarmoko, Bedy
dc.description.abstract: Kakao menjadi komoditi perkebunan dengan peran penting dalam perekonomian Indonesia. Sampai dengan tahun 2013 Indonesia masih menjadi produsen dan eksportir kakao ketiga terbesar dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Walaupun demikian, sejumlah masalah masih dihadapi, baik bidang produksi, pengolahan, dan perdagangan. Kontribusi ekspor kakao terhadap total ekspor Indonesia masih rendah, tetapi ekspor dalam bentuk mentah (biji kakao) sudah begeser ke ekspor produk olahan kakao. Daya saing biji kakao Indonesia di pasar internasional cukup tinggi, tetapi daya saing produk olahan kakao masih lemah. Untuk meningkatkan daya saing kakao Indonesia di pasar internasional, upaya yang dapat dilakukan meliputi perbaikan produktivitas tanaman, meningkatkan mutu produk olahan kakao, melanjutkan kebijakan tarif bea keluar biji kakao, perbaikan infrastruktur dan penciptaan iklim usaha yang kondusif.
2014-01-01T00:00:00ZPENGELOLAAN USAHATANI KAKAO TERPADU UNTUK MEWUJUDKAN SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTANListyati, DewiPranowo, Dibyohttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/160482022-06-06T07:01:39Z2014-01-01T00:00:00Zdc.title: PENGELOLAAN USAHATANI KAKAO TERPADU UNTUK MEWUJUDKAN SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN
dc.contributor.author: Listyati, Dewi; Pranowo, Dibyo
dc.description.abstract: Sistem usahatani terpadu merupakan sistem pengelolaan beberapa komponen pertanian (tanaman, hewan, dan ikan) secara terpadu dengan lingkungannya untuk menghasilkan produk yang optimal dan sifatnya cenderung tertutup terhadap masukan luar. Pengembangan sistem usahatani terpadu di Indonesia masih sangat terbuka mengingat sumberdaya yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan penting di Indonesia. Luas areal pada tahun 2012 telah mencapai 1.774.463 ha sehingga menempatkan Indonesia di posisi ketiga sebagai penghasil kakao dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Kondisi ini merupakan potensi yang besar untuk mengembangkan sistem usahatani kakao secara terpadu, di antaranya dengan menanam tanaman sela dan pengusahaan ternak. Dari sistem integrasi kakao-ternak bisa terjadi sinergisme antara tanaman, ternak, dan lingkungan dari pemanfaatan limbahnya. Limbah kulit dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan pupuk. Optimalisasi lahan dengan tanaman sela serta pemeliharaan ternak dapat meningkatkan pendapatan petani. Di samping itu, pemanfaatan limbah tanaman sebagai pakan ternak serta pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk organik pada tanaman dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia akan dapat mewujudkan suatu sistem pertanian berkelanjutan. Tulisan ini bertujuan mengumpulkan informasi tentang potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal penerapan sistem usahatani kakao terpadu yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan lahan dan pendapatan serta menjaga kesuburan lahan.
2014-01-01T00:00:00ZSERAI WANGI SEBAGAI PESTISIDA NABATI PENGENDALIAN PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK UNTUK MENDUKUNG BIOINDUSTRI KAKAOHarni, Ritahttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/160472022-06-06T06:58:21Z2014-01-01T00:00:00Zdc.title: SERAI WANGI SEBAGAI PESTISIDA NABATI PENGENDALIAN PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK UNTUK MENDUKUNG BIOINDUSTRI KAKAO
dc.contributor.author: Harni, Rita
dc.description.abstract: Penyakit pembuluh kayu (vascular streak dieback/VSD) merupakan penyakit utama pada tanaman kakao di Indonesia. Penyakit ini tidak hanya menurunkan produksi tetapi juga menyebabkan kematian tanaman. Pengendalian penyakit tanaman sesuai dengan teknik pengendalian hama terpadu (PHT) adalah mudah didapat, murah, dan ramah lingkungan, salah satunya adalah penggunaan pestisida nabati. Teknik pengendalian ini sesuai dengan prinsip bioindustri, yaitu ramah lingkungan. Serai wangi dapat digunakan sebagai pestisida nabati karena sifat dari bahan aktifnya yang tidak toksik, sistemik, kompatibel dengan teknik pengendalian lain, mudah terurai dan lebih ramah lingkungan. Pestisida nabati dari minyak serai wangi telah terbukti efektif untuk mengendalikan penyakit jaringan pembuluh atau VSD di pembibitan dan lapangan. Pengunaan minyak serai wangi di pembibitan dapat memperlambat munculnya gejala (masa inkubasi) dan intensitas serangan VSD, sedangkan di lapangan minyak serai wangi dapat menekan perkembangan penyakit, dimana penekanannya sama dengan pestisida sintetik. Di samping itu minyak serai wangi juga dapat mengendalikan penyakit busuk buah kakao (BBK), hama penggerek buah kakao (PBK), dan hama Helopeltis antonii.
2014-01-01T00:00:00ZDAMPAK KERUSAKAN OLEH JAMUR KONTAMINAN PADA BIJI KAKAO SERTA TEKNOLOGI PENGENDALIANNYAAmaria, WidiIflah, TajulHarni, Ritahttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/160462022-06-06T06:54:12Z2014-01-01T00:00:00Zdc.title: DAMPAK KERUSAKAN OLEH JAMUR KONTAMINAN PADA BIJI KAKAO SERTA TEKNOLOGI PENGENDALIANNYA
dc.contributor.author: Amaria, Widi; Iflah, Tajul; Harni, Rita
dc.description.abstract: Mutu biji kakao kering dapat dipengaruhi oleh beberapa hal di antaranya kerusakan yang disebabkan oleh jamur kontaminan penghasil toksin (mikotoksin). Keberadaan jamur tersebut dapat dideteksi sejak kegiatan panen dan pasca panen, seperti sortasi, fermentasi, pencucian, pengeringan, dan penyimpanan. Jenis jamur kontaminan yang sering ditemukan selama tahapan ini berlangsung antara lain marga Aspergillus, Penicillium, Fusarium, Rhizopus, dan Mucor. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jamur antara lain: suhu dan kelembaban, kadar air, aktivitas serangga, dan penanganan pascapanen. Mikotoksin dihasilkan dari metabolit jamur-jamur kontaminan, dan jenis yang mendominasi pada biji kakao adalah aflatoksin dan okratoksin. Kedua jenis mikotoksin tersebut selain dapat menurunkan mutu maupun kuantitas biji dan produk olahannya, juga bersifat toksik/racun yang berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti kanker hati dan ginjal. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan dan pengendalian terhadap jamur kontaminan penghasil mikotoksin pada semua tahapan kegiatan untuk memperoleh biji kakao kering dengan mutu terbaik.
2014-01-01T00:00:00ZPENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO UNTUK MENDUKUNG BIOINDUSTRI KAKAOTaufiq, Efihttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/160452022-06-06T06:49:13Z2014-01-01T00:00:00Zdc.title: PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO UNTUK MENDUKUNG BIOINDUSTRI KAKAO
dc.contributor.author: Taufiq, Efi
dc.description.abstract: Penyakit busuk buah kakao (BBK) merupakan salah satu kendala utama dalam budidaya kakao karena merupakan faktor pembatas produksi yang penting. Penyakit ini menyerang semua bagian tanaman terutama pada buah muda dan buah matang. Patogen penyakit BBK adalah Phytophthora palmivora. Pengendalian penyakit hasilnya belum sesuai harapan karena dilakukan secara parsial dan tidak menggunakan semua komponen pengendalian yang tersedia. Pengendalian secara terpadu harus dilakukan menggunakan semua komponen meliputi penanaman varietas unggul, teknik budidaya, dan teknik pemangkasan yang benar, pengamatan serangan penyakit secara kontinyu, pengambilan dan pemusnahan buah sakit, sanitasi kebun, penggunaan agens hayati dan fungisida nabati, serta penggunaan pestisida sintetik secara bijaksana.
2014-01-01T00:00:00ZPENGENDALIAN Helopeltis spp. (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA TANAMAN KAKAO MENDUKUNG PERTANIAN TERPADU RAMAH LINGKUNGANIndriati, GustiSoesanthy, FunnyHapsari, Arlia Dwihttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/160442022-06-06T06:46:17Z2014-01-01T00:00:00Zdc.title: PENGENDALIAN Helopeltis spp. (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA TANAMAN KAKAO MENDUKUNG PERTANIAN TERPADU RAMAH LINGKUNGAN
dc.contributor.author: Indriati, Gusti; Soesanthy, Funny; Hapsari, Arlia Dwi
dc.description.abstract: Helopeltis spp. (Hemiptera: Miridae) merupakan salah satu hama utama pada tanaman kakao, dengan potensi kerugian dapat menurunkan produksi buah kakao 50-60%. Gejala buah yang terserang ditandai dengan bercak-bercak berwarna cokelat kehitaman. Serangan pada buah muda dapat menyebabkan layu pentil dan rontok, atau apabila pertumbuhan buah terus berlanjut maka kulit buah akan mengeras dan retak-retak, sehingga menghambat perkembangan biji di dalamnya. Upaya pengendalian populasi organisme pengganggu tanaman (OPT) yang saat ini sedang dikembangkan adalah melalui pengendalian hama terpadu (PHT) dengan menggunakan dua atau lebih teknik pengendalian dalam satu kesatuan untuk mencegah atau mengurangi kerugian secara ekonomi dan kerusakan lingkungan hidup. PHT merupakan bagian dari sistem pertanian terpadu. Pengendalian ramah lingkungan Helopeltis spp. mengacu pada konsep PHT, yaitu (1) kultur teknis, dengan penggunaan varietas/klon kakao resisten ICCRI 01-04, RCC 70-71 ; (2) biologi, dengan pemanfaatan musuh alami (predator, parasitoid, dan patogen) seperti semut hitam, semut rangrang, Beauveria bassiana dan Lecanicillium lecanii; (3) mekanik/fisik, dengan pelapisan atau penyemprotan buah menggunakan biokaolin; dan (4) kimia, dengan penggunaan pestisida nabati seperti seraiwangi, mimba, srikaya, selasih, bawang putih, dan paitan serta penggunaan pestisida sintetik dengan pemilihan jenis, dosis, waktu, dan cara aplikasi yang tepat.
2014-01-01T00:00:00ZTEKNOLOGI PENGENDALIAN RAMAH LINGKUNGAN PENGGEREK BUAH KAKAO (Conopomorpha cramerella Snell.)Samsudin, Samsudinhttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/160422022-06-06T06:41:56Z2014-01-01T00:00:00Zdc.title: TEKNOLOGI PENGENDALIAN RAMAH LINGKUNGAN PENGGEREK BUAH KAKAO (Conopomorpha cramerella Snell.)
dc.contributor.author: Samsudin, Samsudin
dc.description.abstract: Penggerek buah kakao (PBK) Conopomorpha cramerella (Snellen) merupakan hama utama pada tanaman kakao di Indonesia. Persentase serangan hama ini rata-rata dapat mencapai lebih dari 90%, yang mengakibatkan kehilangan hasil mencapai 64,9%– 82,2%. Serangan hama ini sangat khas dan sulit dideteksi karena imago betina meletakkan telur pada buah kakao yang masih muda dan gejala baru terlihat pada saat buah siap dipanen. Telur diletakkan pada permukaan buah kakao, kemudian menetas dan larva instar ke-1 menggerek kulit buah masuk ke dalam buah. Larva hidup di dalam buah sehingga sulit untuk dikendalikan. Upaya pengendalian hama ini harus dilakukan secara terpadu berbasis pemahaman terhadap bioekologi dan teknologi budidaya kakao yang baik. Pengendalian terpadu PBK meliputi: penanaman atau sambung samping dengan klon tahan PBK, pemupukan berimbang, pemangkasan secara periodik, pemanenan, sanitasi kebun, penyarungan buah muda, memelihara semut hitam, penyemprotan dengan pestisida nabati, dan penggunaan jamur entomopatogen.
2014-01-01T00:00:00ZPENINGKATAN NILAI TAMBAH PADA KAWASAN AGROTECHNO PARK BERBASIS KAKAO DI BALAI PENELITIAN TANAMAN INDUSTRI DAN PENYEGAR, SUKABUMIIflah, TajulTarigan, Elsera BrPranowo, Dibyohttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/160322022-06-06T04:43:38Z2014-01-01T00:00:00Zdc.title: PENINGKATAN NILAI TAMBAH PADA KAWASAN AGROTECHNO PARK BERBASIS KAKAO DI BALAI PENELITIAN TANAMAN INDUSTRI DAN PENYEGAR, SUKABUMI
dc.contributor.author: Iflah, Tajul; Tarigan, Elsera Br; Pranowo, Dibyo
dc.description.abstract: Agrotechno park merupakan suatu kawasan yang menyediakan sistem pertanian yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. Sistem tersebut bersifat bebas limbah (zero waste) dengan menerapkan prinsip biorefinery, yaitu mengurangi, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang (reduce, reuse, dan recycle) sehingga terjadi penciptaan nilai tambah pada setiap proses. Kawasan perkebunan kakao dapat dijadikan sebagai agrotechno park karena buah kakao dapat dimanfaatkan secara optimal dan memiliki keterkaitan di setiap tahapan prosesnya. Pemanfaatan buah kakao tidak hanya sebatas untuk mendapatkan biji kakao kering yang digunakan dalam proses pengolahan cokelat, akan tetapi kulit buah dan kulit ari dari buah kakao juga bisa dimanfaatkan secara optimal untuk menghasilkan produk yang memiliki nilai jual. Selain itu limbah budidaya seperti ranting-ranting daun pangkasan dan tanaman peneduh dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak maupun pupuk organik. Kebun Percobaan Pakuwon merupakan salah satu kebun percobaan di Balittri, memiliki lahan yang sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan agrotechno park yang terintegrasi. Diharapkan agrotechno park yang dikembangkan di Balittri tidak hanya sebagai sarana diseminasi inovasi teknologi tetapi juga dapat dijadikan sebagai salah satu model sistem pertanian masa depan bagi perkebunan kakao dalam upaya untuk meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani serta ramah lingkungan.
2014-01-01T00:00:00ZDIVERSIFIKASI PRODUK KAKAO SEBAGAI BAHAN BAKU BIOFARMAKATowaha, Juniatyhttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/160312022-06-06T04:39:39Z2014-01-01T00:00:00Zdc.title: DIVERSIFIKASI PRODUK KAKAO SEBAGAI BAHAN BAKU BIOFARMAKA
dc.contributor.author: Towaha, Juniaty
dc.description.abstract: Secara umum struktur anatomis buah kakao terdiri dari empat bagian, yaitu kulit buah (pod) sebanyak 73,7%, pulpa 10,1%, plasenta 2,0%, dan biji 14,2%. Komponen kimia yang terdapat dalam buah kakao di antaranya adalah lemak kakao, polifenol, theobromin, kafein, pektin, dan kompleks lignin karbohidrat. Lemak kakao umumnya digunakan dalam kosmetika sebagai emolien. Polifenol kakao mempunyai aktivitas antioksidan, antimikroba, immunomodulator, efek kemopreventif untuk pencegahan penyakit jantung koroner dan kanker. Theobromin memiliki efek diuretik, stimulan otot jantung dan relaksasi otot halus dan vasodilator. Kafein dapat dimanfaatkan dalam pengobatan jantung, stimulan pernafasan dan juga sebagai peluruh air seni. Pektin dapat dimanfaatkan untuk mencegah hiperlipedemia dan kanker usus, di samping merupakan salah satu bahan baku yang cukup luas dimanfaatkan dalam bidang farmasi sebagai bahan pensuspensi, adsorben, bahan pembentuk gel dalam sediaan tablet, emulsi, dan suspensi. Lignin karbohidrat kompleks mempunyai aktivitas anti HIV (human immunodeficiency virus) dan anti HSV (herves simplex virus). Oleh karena itu, berdasarkan kemampuan aktivitas dari komponen kimia dalam buah kakao tersebut maka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku sediaan biofarmaka.
2014-01-01T00:00:00ZINOVASI TEKNOLOGI BIOINDUSTRI BERBASIS KAKAO, PISANG, DAN TERNAK KAMBING TERPADU: SEBUAH PELAJARAN DARI KABUPATEN ACEH TIMURSyakir, MFerry, Yuliushttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/160302022-06-06T04:36:13Z2014-01-01T00:00:00Zdc.title: INOVASI TEKNOLOGI BIOINDUSTRI BERBASIS KAKAO, PISANG, DAN TERNAK KAMBING TERPADU: SEBUAH PELAJARAN DARI KABUPATEN ACEH TIMUR
dc.contributor.author: Syakir, M; Ferry, Yulius
dc.description.abstract: Produktivitas tanaman kakao rakyat masih rendah, penyebabnya antara lain rendahnya populasi, banyaknya tanaman rusak, serangan hama dan penyakit. Hal yang sama juga terjadi pada tanaman pisang, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, tanaman pisang diserang oleh penyakit yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum sehingga luas dan produksi tanaman pisang menurun masing-masing 30% dan 35%. Penurunan produksi ini menyebabkan pendapatan petani menjadi makin rendah. Sistem pertanian bioindustri merupakan sistem yang mengoptimalkan semua potensi yang terdapat di lokasi tersebut, tidak terkecuali limbah dari suatu proses budidaya dan pasca panen. Polatanam kakao, pisang, dan ternak tidak hanya mengoptimalkan penggunaan lahan tetapi juga membuka peluang diversifikasi produk, penyediaan pakan ternak, dan penyediaan pupuk organik (kompos). Terdapat peluang untuk meningkatkan pendapatan petani, yaitu dengan diversifikasi pertanaman untuk mempertangguh usahatani perkebunan. Optimalisasi lahan perkebunan kakao dapat ditempuh dengan polatanam kakao dan tanaman pisang. Agar tidak terjadi persaingan diperlukan inovasi teknologi polatanam kakao pisang berbasis pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Budidaya tanaman kakao dan tanaman pisang merupakan penerapan teknologi polatanam yang memberikan keuntungan dan meningkatkan daya guna lahan. Tanaman kakao yang rusak direhabilitasi dan tanaman pisang kembali ditanam di dalam baris tanaman kakao, dengan jarak tanam 9 x 9 m. Sebagai penyediaan benih dibangun kebun induk pisang sehat, dan juga ternak untuk mendukung pemanfaatan limbah dari serasah, kulit buah kakao menjadi kompos dan pakan ternak. Penerapan budidaya kakao dan pisang akan mendorong berdirinya kembali industri rumah tangga seperti keripik pisang, pisang sale (di Aceh), pisang goreng, dan industri berbahan baku pisang lainnya yang didukung oleh produksi biji cokelat dan pasta, yang akhirnya meningkatkan pendapatan petani.
2014-01-01T00:00:00Z