Sumber Daya Lahan Pertanianhttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/70282024-03-28T10:17:37Z2024-03-28T10:17:37Z5701TEKNOLOGI AMELIORASI DAN PEMUPUKAN PADI DI LAHAN GAMBUTMasgantiKhairil AnwarAndin Muhammad Abduhhttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/222022024-03-15T02:11:17Z2022-01-01T00:00:00Zdc.title: TEKNOLOGI AMELIORASI DAN PEMUPUKAN PADI DI LAHAN GAMBUT
dc.contributor.author: Masganti; Khairil Anwar; Andin Muhammad Abduh
dc.description.abstract: Beras menjadi komoditas utama karena bersifat strategis, ekonomis, dan politis. Oleh karena itu, produksi padi harus terus digenjot di tengah meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan energi individu serta tekad menjadi lumbung pangan dunia (LPD). Luas lahan gambut Indonesia diperkirakan mencapai 14,93 juta hektare, 10,27 juta hektare sesuai untuk pengembangan pertanian dan 5,90 juta hektare di antaranya sesuai untuk budi daya padi. Pengelolaan lahan gambut untuk budi daya padi harus memperhatikan karakteristik gambut terkait dengan: (a) sifat-sifat fisik seperti tingkat dekomposisi, ketebalan/ kedalaman, bulk density, kering tak balik, laju subsidensi, daya retensi air, porositas, dan lapisan bawah/substratum; (b) sifat-sifat kimia meliputi kemasaman tanah, kejenuhan basa, kadar abu, kapasitas tukar kation, P-tersedia, C-organik, N-total, dan unsur mikro; dan (c) sifat biologis tanah gambut seperti flora dan fauna. Pemanfaatan lahan gambut untuk budi daya padi terkendala di antaranya oleh ketersediaan hara yang rendah, kemasaman tanah yang tinggi, efisiensi pemupukan yang rendah, dan risiko keracunan unsur hara tertentu
2022-01-01T00:00:00ZPROSPEK PENINGKATAN PRODUKSI TANAMAN PANGAN DI LAHAN RAWA PASANG SURUTIzhar KhairullahMuhammad Alwihttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/222012024-03-15T02:06:14Z2022-01-01T00:00:00Zdc.title: PROSPEK PENINGKATAN PRODUKSI TANAMAN PANGAN DI LAHAN RAWA PASANG SURUT
dc.contributor.author: Izhar Khairullah; Muhammad Alwi
dc.description.abstract: Lahan rawa pasang surut saat ini dan yang akan datang akan menjadi salah satu sumber pertumbuhan produksi padi, selain lahan irigasi dan tadah hujan. Potensi luasan lahan rawa pasang surut di Indonesia ditaksir sekitar 8,92 juta hektare yang sebagian berpotensi untuk pengembangan pertanian guna mendukung upaya peningkatan produksi pangan nasional pada masa mendatang (Ritung, et al., 2015; BBSDLP, 2018). Produktivitas lahan rawa termasuk rawa pasang surut sangat rendah sehingga kontribusi lahan rawa pasang surut terhadap produksi pangan nasional masih sangat rendah (diperkirakan hanya 5%) dibandingkan dengan tipologi lahan lainnya. Apabila dikelola secara baik, benar, tepat, dan holistik lahan rawa pasang surut dapat berkontribusi nyata terhadap upaya peningkatan produksi pangan nasional. Hampir 90% (1,05 juta hektare) dari total luas lahan rawa pasang surut yang menerapkan sistem budi daya dengan indeks pertanaman (IP) 100 di mana produktivitasnya sekitar 4-5 ton GKG/ha sehingga dapat menyumbang terhadap produksi padi nasional sekitar 4-5 juta ton GKG/tahun (Subagio, et.al., 2016; Noor dan Maftu'ah, 2020)
2022-01-01T00:00:00ZPengelolaan Hara dan Tanaman di lahan pasang surutProf. Masganti, MS ey alhttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/221032024-02-24T06:23:08Z2022-01-01T00:00:00Zdc.title: Pengelolaan Hara dan Tanaman di lahan pasang surut
dc.contributor.author: Prof. Masganti, MS ey al
dc.description.abstract: Pertambahan penduduk, peningkatan kebutuhan energi individu, dan tekad Pemerintah Republik Indonesia untuk menjadi lumbung pangan dunia (LPD) pada tahun 2045 mengharuskan Pemerintah Indonesia pada masa mendatang menyediakan jumlah pangan yang lebih banyak. Di sisi lain terjadi ancaman ketersediaan bahan pangan terkait:
(1) ketersediaan lahan; (2) penciutan luas lahan garapan; (3) degradasi kesuburan tanah; (4) penurunan jumlah petani dan minat taruna tani; (5) kerusakan infrastruktur pertanian; (6) gangguan berproduksi; (7) tata ruang pertanian; dan (8) penerapan teknologi.
Garansi ketersediaan bahan pangan sepanjang tahun harus diperoleh masyarakat untuk menjamin lahirnya generasi tangguh Indonesia. Pulau Jawa yang selama ini memasok sekitar 60% kebutuhan pangan Indonesia, kini mulai mengalami penurunan kapasitas produksi salah satunya akibat laju alih fungsi lahan. Oleh karena itu, orientasi pembangunan pertanian Indonesia harus mampu memanfaatkan lahan suboptimal di luar Pulau Jawa, sekaligus mengembangkan ekonomi wilayah.
2022-01-01T00:00:00ZTEKNOLOGI INOVATIF DAN STRATEGI PENGEMBANGAN BAWANG MERAH DI LAHAN RAWAEni MaftuahMaulia Aries Susantihttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/220342024-02-12T03:21:00Z2019-01-01T00:00:00Zdc.title: TEKNOLOGI INOVATIF DAN STRATEGI PENGEMBANGAN BAWANG MERAH DI LAHAN RAWA
dc.contributor.author: Eni Maftuah; Maulia Aries Susanti
dc.description.abstract: Lahan rawa berpotensi sebagai areal pengembangan tanaman bawang merah, namun menghadapi beberapa masalah, baik biofisik lahan maupun sosial ekonomi. Beberapa masalah biofisik lahan antara lain kondisi air yang tidak terkendali, infrastruktur yang masih minim, kesuburan tanah yang rendah, dan tingkat serangan OPT tinggi, sedangkan masalah sosial ekonomi, antara lain ketersediaan benih masih rendah, fluktuasi harga bawang sangat tinggi, permodalan petani rendah dan rantai pasar masih panjang. Tulisan ini menguraikan tentang prospek lahan rawa untuk pengembangan bawang merah, teknologi inovatif peningkatan produktivitas bawang merah di lahan rawa, dan strategi pengembangan birwang merah di lahan rawa Lahan rawa pasang surut tipe B, C, dan D serta lebak dangkal berpotensi untuk dikembangkan sebagai areal pengembangan bawang merah. Teknologi inovatif untuk pengembangan bawang merah di lahan rawa, yaitu persiapan lahan, pernilihan varietas dan bibit, ameliorasi dan pemupukan, tanam, irigasi/penyiraman, pengendalian OPT dan panen. Strategi yang diperlukan untuk pengembangan bawang merah di lahan rawa, antara lain pemilihan lokasi yang tepat, penerapan teknologi budi daya bawang merah secara benar, penumbuhan penangkar benih bawang merah di petani, peningkatan kapasitas petani dan kelembagaan serta penerapan pertanian korporasi.
2019-01-01T00:00:00ZTEKNOLOGI INOVATIF PENINGKATAN PRODUKTIV ITAS JAGUNG DI LAHAN RAWA PASANG SURUTR. Smith SimatupangIsri Hayatihttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/220312024-02-12T03:30:46Z2019-01-01T00:00:00Zdc.title: TEKNOLOGI INOVATIF PENINGKATAN PRODUKTIV ITAS JAGUNG DI LAHAN RAWA PASANG SURUT
dc.contributor.author: R. Smith Simatupang; Isri Hayati
dc.description.abstract: Jagung merupakan salah satu komoditas strategis dan memiliki nilai penting dalam sistem perekonomian nasional. Oleh karena itu, produksi agung nasional terus ditingkatkan agar tercipta swasembada secara berkelanjutan. Upaya khusus peningkatan produksi jagung dapat dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi adalah mengupayakan untuk meningkatkan produktivitas jagung rata-rata dari 4,68 ton/ha menjadi 5,0 ton/ha bahkan lebih pada lahan eksisting maupun bukaan baru. Ekstensifikasi dilakukan selain pada lahan kering juga dilakukan di lahan rawa pasang surut yang sesuai untuk pengembangan jagung. Lahan rawa pasang surut yang sesuai dan potensial untuk pengembangan tanaman jagung cukup luas. Secara teknis agronomis pengembangan komoditas jagung di lahan rawa pasang surut dapat dilakukan, inovasi teknologi budi daya jagung sudah tersedia dan siap dikembangkan. Pengembangan jagung diarahkan pada lahan rawa pasang surut tipe luapan C dan B, diperkirakan luasnya mencapai 2,57 juta hektar terdapat di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Teknologi inovatif di antaranya penyiapan lahan dan pengolahan tanah, ameliorasi dan pemupukan, pengelolaan air, sistem tanam, pemeliharaan tanaman, penggunaan benih bermutu dan varietas
2019-01-01T00:00:00ZKEDELAI DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PERTANIANHerman SubagioMuhammad Noorhttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/220262024-02-12T02:46:46Z2019-01-01T00:00:00Zdc.title: KEDELAI DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PERTANIAN
dc.contributor.author: Herman Subagio; Muhammad Noor
dc.description.abstract: Produksi kedelai pada tahun 2013 sebesar 808 ribu ton dan terus mengalami penurunan 4,2% per tahun. Sementara target swasembada sebesar 2,5 juta ton, yang mungkin baru dapat tercapai tahun 2020. Produksi kedelai tertinggi pernah dicapai tahun 1990-an sebesar 1,8 juta ton dengan luas lahan pertanaman 1,4 juta hektar. Provinsi Lampung dan Sumatera Selatan pernah tercatat sebagai sentra produksi. Dalam pengantar buku Melepas Perangkap Impor Pangan (Hermen Malik, 2014), Bustanul Arifin guru besar Universitas Lampung menyatakan bahwa sistem insentif dan kebijakan pada agribisnis kedelai telahn lama rusak karena inkonsistensi dan komitmen pembuat kebijakan, terutama harga yang bersaing dengan kedelai impor yang lebih murah.
2019-01-01T00:00:00ZKerusakan dan Pencemaran Lingkungan PertanianYusuf, Wahida AnnisaSusilawati, Helena LinaWihardjaka, AnicetusDewi, TriyaniPramono, AliKurnia, AsepSukarjohttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/220102024-03-07T14:26:52Z2022-12-01T00:00:00Zdc.title: Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Pertanian
dc.contributor.author: Yusuf, Wahida Annisa; Susilawati, Helena Lina; Wihardjaka, Anicetus; Dewi, Triyani; Pramono, Ali; Kurnia, Asep; Sukarjo
dc.description: Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan) merupakan salah satu unit pelaksana teknis lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Tugas pokok dan fungsi Balingtan adalah meneliti pencemaran lingkungan atmosfer, litosfer, dan hidrosfer yang dapat mendegradasi lahan pertanian, dan cara penanggulangan pencemaran. Dalam melaksanakan tugasnya Balingtan berada dalam koordinasi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP).
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya yaitu untuk menerapkan konsep dasar pertanian berkelanjutan, pemanasan global dan perubahan iklim, status emisi GRK dari sektor pertanian, serta teknologi adaptasi dan mitigasi gas rumah kaca pada sektor pertanian. Selain itu juga berkaitan dengan cemaran bahan agrokimia pada lingkungan pertanian, status cemaran residu pestisida dan logam berat, risiko dampak pencemaran residu pestisida dan logam berat, teknologi penanggulangan cemaran residu pestisida pada lingkungan pertanian, teknologi penanggulangan cemaran logam berat pada lingkungan pertanian serta sintesis atau rekomendasi untuk mewujudkan ketahanan pangan dan kelestarian lingkungan melalui pengelolaan sistem pertanian yang bijaksana dan ramah lingkungan. Informasi yang diperoleh kemudian dirangkum dalam buku ini dengan judul "Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan: Karakteristik dan Penanggulangannya". Buku ini diharapkan berguna bagi mahasiswa, dosen, peneliti, dan penentu kebijakan, serta pelaksana pembangunan pertanian, sehingga lingkungan semakin baik dan sehat, tetapi tetap produktif.
2022-12-01T00:00:00ZSifat Fisika Tanah dan Metode AnalisisnyaKurnia, UndangAgus, FahmuddinAdimihardja, AbduracmanRachman, AchmadSutono, SJelly Amalia SantriRatri Arianihttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/220092024-02-07T04:06:22Z2022-08-01T00:00:00Zdc.title: Sifat Fisika Tanah dan Metode Analisisnya
dc.contributor.author: Kurnia, Undang; Agus, Fahmuddin; Adimihardja, Abduracman; Rachman, Achmad; Sutono, S; Jelly Amalia Santri; Ratri Ariani
dc.description.abstract: Ketepatan suatu rekomendasi pengelolaan lahan ditentukan oleh beberapa tahapan penelitian, seperti sebaran pengamatan, cara pengambilan contoh,
pengangkutan, penyimpanan, analisis di laboratorium sampai kepada interpretasi dan pengolahan data. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu buku pedoman yang membahas tentang berbagai tahapan analisis sifat fisik tanah. Buku ini merupakan penyempurnaan dari Buku Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya yang diterbitkan tahun 2006. Laboratorium Fisika Tanah merupakan bagian dari Laboratorium Pengujian Balai Penelitian Tanah tanah telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), Badan Standarisasi Nasional (BSN) sebagai laboratorium penguji mulai tahun 2019 dengan No. LP-846-IDN. Buku ini menerangkan berbagai cara dan tahapan dalam penetapan berbagai sifat fisik tanah dengan judul "Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya”. Beberapa topik bahasan yang dikemas dalam 25 bab yang mengulas penetapan sifat fisik tanah di lapang dan di laboratorium secara berimbang sehingga dapat digunakan dalam berbagai survai dan penelitian yang berkaitan dengan sifat fisik tanah termuat di dalam buku ini.
2022-08-01T00:00:00ZSumber Hara Tanaman Berbahan Baku LokalWidowati, Ladiyani RetnoSiregar, Adha FatmahWibowo, HeriSipahutar, Ibrahim AdamyAnggria, LincaSeptiyanaRostaman, TiaBudianto, ArifAriani, RatriZakiah, KikiSantri, Jelly AmaliaKusumawati, Dinihari IndahLindawati, EmaMutammimah, Ulfahttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/219892024-02-01T07:48:36Z2023-01-01T00:00:00Zdc.title: Sumber Hara Tanaman Berbahan Baku Lokal
dc.contributor.author: Widowati, Ladiyani Retno; Siregar, Adha Fatmah; Wibowo, Heri; Sipahutar, Ibrahim Adamy; Anggria, Linca; Septiyana; Rostaman, Tia; Budianto, Arif; Ariani, Ratri; Zakiah, Kiki; Santri, Jelly Amalia; Kusumawati, Dinihari Indah; Lindawati, Ema; Mutammimah, Ulfa
dc.description.abstract: Tanaman budi daya akan tumbuh baik bila diberikan pemupukan berimbang. Faktor produksi tersebut menyumbangkan sekitar 25–40% keberhasilan produksi. Pemupukan berimbang dilakukan dengan menambahkan sejumlah hara ke dalam tanah dengan memperhatikan ketersediaan hara atau kesuburan tanah, kebutuhan tanaman, dan target produksi yang berkesinambungan. Hara tanah dapat diberikan dalam bentuk pupuk organik dan anorganik. Tanaman mengambil hara dalam bentuk ion atau senyawa.
Akhir-akhir ini telah terjadi kelangkaan dan kenaikan harga pupuk. Ketidakseimbangan dalam pemberian hara tanah karena tidak mengacu pada prinsip pemupukan berimbang akan mengganggu kesehatan lingkungan pertanian. Oleh karenanya, hara tanah baik dari pupuk organik maupun anorganik harus tersedia sesuai kebutuhan. Indonesia mempunyai sumber-sumber bahan alternatif untuk pupuk. Sumber-sumber hara tersebut tersedia di sekitar kita.
Buku ini menginformasikan SUMBER-SUMBER BAHAN BAKU PUPUK BERBAHAN BAKU LOKAL sebagai sumber hara bagi tanaman seperti Sumber Pupuk N, Pupuk fosfor (P), Pupuk K (kalium), Pupuk kalsium (Ca), Pupuk magnesium (Mg), Pupuk S, Pupuk mikro (Cu, Zn, Fe, Mn, B), Pupuk mikro (Co, Mo, Na), dan Hara Benefisial Silikat. Selain itu, buku ini juga menjelaskan POTENSI PENGEMBANGAN PUPUK BERBAHAN BAKU LOKAL.
2023-01-01T00:00:00ZWarta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Vol.28 No3Puslitbang Perkebunanhttps://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/219662024-01-26T02:53:57Z2022-01-01T00:00:00Zdc.title: Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Vol.28 No3
dc.contributor.author: Puslitbang Perkebunan
dc.description.abstract: Tanaman gandapura (Gaultheria fragrantissima) merupakan tanaman perdu, penghasil minyak atsiri gandapura (wintergreen oil) dari hasil penyulingan daun.
dc.description: Minyak gandapura mengandung metil salisilat yang banyak digunakan dalam industri minuman, makanan, parfum, pengobatan tradisional dan farmasi. Di Indonesia tanaman ini banyak dijumpai di daerah pegunungan pada ketinggian 1.300 sampai 3.300 m dpl., dengan kondisi iklim dan kesuburan lahan seperti di Gunung Dieng-Wonosobo dan Gunung Lawu-Tawangmangu, Jawa Tengah.
2022-01-01T00:00:00Z