KEARIFAN LOKAL DALAM PERSPEKTIF PENGEMBANGAN PERTANIAN DI LAHAN RAWA
Loading...
Date
2007
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Balittra
Abstract
Description
Naiknya ikan-ikan jumlah besar di sekitar pantai Maluku Utara sebuah
fenomena alam yang ternyata merupakan pertanda akan terjadinya gempa. Fenomena
ini telah diyakini oleh masyarakat Maluku Utara sehingga telah menyelamatkan mereka
dari bencana letusan Gunung Kiebesi pada tahun 1988. Demikian juga, tsunami yang
memporakporandakan Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara pada bulan
Desember 2005, dan juga tsunami yang melanda Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Jawa Tengah pada bulan Juni 2006 lalu sebetulnya dapat dibaca, karena menurut
pakar margasatwa Ratnayake, hewan-hewan mampu mendeteksi secara dini adanya
bencana alam. Konon sebelum tsunami terjadi di atas angkasa wilayah Nanggroe Aceh
Darussalam terlihat segerombolan kalong yang sedang melakukan migrasi. Hal ini juga
ditunjukkan oleh bukti, ternyata pada pasca tsunami tidak banyak ditemukan bangkaibangkai
hewan liar (Fauzi, 2006). Pengetahuan membuktikan bahwa hewan tertentu
memiliki keunikan berupa kemampuan dan ketajaman insting yang lebih dibandingkan
manusia. Misalnya kelelawar mampu memancarkan gelombang ultrasonik dari mulutnya
sehingga dapat terbang cepat dan aman dalam keadaan gelap gulita malam.
Dalam perspektif kearifan budaya lokal, satwa seperti ikan, buaya, burung,
kalong dan binatang liar lainnya juga bintang-bintang oleh masyarakat tradisional
diamati sebagai fenomena alam yang kemudian dijadikan petunjuk baik sebagai tandatanda
datangnya bencana alam ataupun musim dalam pertanian, seperti masyarakat
Jawa Tengah mengenal Pranata Mangsa, masyarakat Bali mengenal Kerta Masa,
masyarakat Sulawesi Selatan menyebutnya Palontara dan masyarakat Nusa Tenggara
menyebutnya Nyali, maka orang Dayak menyebutnya Bulan Berladang.
Masyarakat Dayak memilah Bulan Berladang yang membagi waktu menjadi
Bulan 1, 2 sampai Bulan 12. Bulan-4 sampai Bulan-6 yang menandakan saatnya
penyiapan lahan, kemudian dilanjutkan dengan pembakaran dan Bulan-7 sampai Bulan-
9 saatnya menyemai benih. Bulan-4 ditandai apabila buaya mulai naik ke darat untuk
bertelur. Bulan-6 ditandai munculnya "Bintang Tiqa" pada dinihari seperti kedudukan
matahari jam 9.00 pagi bertepatan dengan bulan Juli, saat kegiatan penebangan telah
selesai. Bintanq-bintanq yang ribuan banyaknya diantaranya yang muncul secara
periodik juga diyakini oleh masyarakat, khususnya di Kalimantan s~bagai pertanda akan
datangnya air pasang atau mulainya air surut (Wisnubroto dan Attaqi, 1997).
Masyarakat rawa lebak di Kalimantan Selatan menganal adanya bfntang Baur Bilah
yang apabila muncul di ufuk Barat pada senja hari menanda terjadinya kemarau panjang
atau pendek dan sebaliknya apabila yang muncul bintang Karantika menandakan
tibanya musim hujan-(Noorginayuwati dan Rafieq, 2007).
Keywords
KEARIFAN LOKAL PERSPEKTIF PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN RAWA