Sistem Resi Gudang di Indonesia: Antara Harapan dan Kenyataan

Abstract
Description
Fenomena yang umum terjadi pada perdagangan komoditas pertanian adalah anjloknya harga pada saat panen raya dan melonjaknya harga pada masa paceklik. Kebijakan stabilisasi harga untuk gabah dan beras, yang melibatkan peran aktif Perum Bulog, dinilai cukup berhasil. Namun, kebijakan yang sama tidak segera dilakukan untuk komoditas pertanian lain karena alasan besarnya anggaran yang diperlukan dan pertimbangan kemampuan Bulog untuk melaksanakan. Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk membantu petani dalam menghadapi fluktuasi harga tersebut adalah merancang dan memfasilitasi penyelenggaraan Sistem Resi Gudang (SRG). Meskipun Undang-Undang SRG telah diterbitkan tahun 2006, namun implementasinya di lapangan belum menunjukkan kinerja seperti yang diharapkan. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan dan mencari alternatif strategi dan kebijakan yang diperlukan untuk mengakselerasi SRG sehingga dapat dimanfaatkan petani produsen. Kajian ini menggunakan data primer dan sekunder. Lokasi pengumpulan data primer difokuskan di Kabupaten Indramayu dan Subang. Hasil kajian menunjukkan, antara lain: (i) masih terbatasnya pemahaman tentang SRG berikut manfaatnya, (ii) jasa SRG di Indramayu dan Subang baru mencakup komoditas gabah dan beras, (iii) pengguna jasa SRG lebih banyak pedagang, dan (iv) terbatasnya ketersediaan gudang yang memenuhi persyaratan, dan (v) masih terbatasnya keterlibatan dan dukungan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan SRG. Permasalahan melembagakan SRG untuk komoditas pertanian sangat komplek karena terkait dengan banyak lembaga yang terlibat. Oleh karena itu, diperlukan strategi alternatif yang mampu mengatasi permasalahan dan kendala komplek tersebut.
Keywords
Citation