Strategi Pengembangan Produksi Menuju Swasembada Kedelai Berkelanjutan

Abstract
Description
Pencukupan kebutuhan produksi kedelai nasional telah diprogramkan sejak tahun1963, diteruskan dalam beberapa tahapan PELITA periode 1983-1998. Pada tahun 2000an diprogramkan swasembada melalui Gema Palagung dan Gerakan Kedelai Bangkit, dan pada tahun 2009 dicanangkan swasembada kedelai pada 2014. Program tersebut nampaknya sukar berhasil karena peningkatan luas areal panen kurang nyata dan tidak permanen. Untuk mencapai produksi kedelai pada tingkat swasembada perlu penambahan luas areal tanam dua juta ha, padalahan kering bukaan baru, yang secara khusus diperuntukkan bagi pengembangan kedelai. Lahan sesuai untuk tanaman semusim menurut BBSDLP tersedia 7,1 juta ha, perlu direklamasi dan dilakukan ameliorasi untuk budi daya kedelai. Keuntungan perluasan areal tanam kedelai di lahan kering adalah: (1) tidak terjadi persaingan antarkomoditas, (2) penambahan areal tanam bersifat berkelanjutan, (3) skala usaha petani dapat dioptimalkan, dan (4) kenaikan produksi kedelai lebih nyata. Usahatani kedelai komersial (soybean farming) skala 8-10 ha setiap petani merupakan langkah rintisan dalam membangun pertanian maju yang berdaya saing secara internasional, dan memberikan kehidupan yang layak bagi petani. Teknologi produksi kedelai pada lahan kering yang mampu menghasilkan hingga 2 t/ha telah tersedia dan siap diaplikasikan pada skala luas. Teknik produksi kedelai perlu memasukkan mekanisasi terpilih, termasuk untuk penyiapan lahan, penanaman, penyiangan, dan pembijian. Peralatan mesin pertanian untuk kegiatan tersebut telah tersedia dan tidak memerlukan perawatan yang sulit. Insentif ekonomi berupa tingkat harga yang tinggi dan stabil, melalui proteksi dari persaingan produk impor yang berlebihan, perlu diberlakukan. Tanpa adanya alokasi peruntukan lahan yang definitif dan permanen untuk berproduksi kedelai, sangat sulit bagi Indonesia berswasembada produksi kedelai.
Keywords
Citation