Ulat Pemakan Polong Helicoverpa Armigera Hubner: Biologi, Perubahan Status Dan Pengendaliannya Pada Tanaman Kedelai

No Thumbnail Available
Date
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi
Abstract
Description
Ulat pemakan polong, Helicoverpa armigera Hubner (Lepidoptera: Noctuidae), tersebar luas di daerah tropis dan dinyatakan sebagai hama penting pada tanaman kedelai di Indonesia. Saat ini, ulat pemakan polong menjadi masalah utama pada tanaman kedelai. Perilaku makan yang polifag mengakibatkan sulit untuk mengembangkan cara pengendalian yang efektif. Ulat pemakan polong diklasifikasikan sebagai pemakan daun, dan polong dan pada tanaman kedelai kerusakan utama yang diakibatkan adalah pada polong. Imago dewasa berukuran sedang berwarna coklat kekuningan dengan penciri adanya noktah hitam di bagian sayap. Sayap bagian dalam lebih cerah dengan lebar bentangan sekitar 40 mm. Ngengat betina dapat menghasilkan telur lebih dari 1200 butir yang diletakkan secara tunggal di bagian daun, batang, dan polong. Setelah 3–8 hari, telur menetas menjadi larva dengan warna menyesuaikan dengan warna daun yang dimakan. Larva mengalami beberapa kali pergantian warna selama perkembangannya menjadi dewasa – hijau, kuning, coklat dengan beberapa ragam kombinasi. Ulat pemakan polong umumnya memiliki tiga garis memanjang – putih pucat, gelap atau terang pada bagian sisi tubuhnya. Gejala kerusakan H. armigera pada polong kedelai mudah dikenali: lubang bekas serangan berbentuk bulat dan berada pada bagian berkembangnya biji. Saat larva memakan biji hanya bagian kepalanya yang berada dalam lubang dan jarang sekali ditemukan keseluruhan tubuh larva berada dalam polong. Ini berarti hama ini tergolong mudah makan sehingga satu larva dapat mengakibatkan banyak kerusakan pada beberapa polong kedelai. Perubahan status ulat pemakan polong menjadi hama penting pada tanaman kedelai mungkin disebabkan oleh: (1) program ekstensifikasi kedelai di era 1986, (2) program pemuliaan kedelai melepas varietas kedelai berdaya hasil tinggi dengan hanya 1–2 gen penyusun, (3) penggunaan insektisida sistemik secara intensif mematikan serangga bukan target termasuk musuh alami yang menimbulkan masalah resurgensi, (4) H. armigera juga menjadi resisten terhadap beberapa insektisida anjuran akibat pemakaian insektisida terus menerus pada tanaman inang kapas, tembakau, dan jagung. Untuk mengurangi dampak tersebut pendekatan penggunaan taktik taktik pengendalian harus kompatibel satu dengan yang lainnya dengan kerusakan kecil pada keseimbangan ekosistem alami dan ekonomis, misalnya penerapan modifikasi habitat atau kultur teknis seperti penanaman tanaman perangkap, musuh alami, dan varietas tahan apabila sudah tersedia.
Keywords
Citation
Collections