Sumber Daya Genetik Tanaman Papua

Abstract
Indonesia merupakan negara mega biodiversitas (biodiversity), karena memiliki kawasan hutan tropika basah dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia (Warta Plasma Nutfah Indonesia, 2011). Papua merupakan salah satu provinsi yang mempunyai sumber daya hayati tumbuhan maupun hewan yang sangat beranekaragam dan belum banyak diketahui manfaatnya. Beberapa tanaman yang saat ini dikembangkan secara nasional tetuanya berasal dari Papua seperti tebu. Hingga saat ini masyarakat lokal di beberapa kabupaten memelihara sumber daya genetik (SDG) beberapa tanaman yang bersifat endemik di Papua seperti tebu, sagu, matoa, buah merah, ubi jalar, pokem (juwawut), gembili, talas dan keladi, namun belum dikembangkan sebagai SDG. SDG tersebut merupakan kekayaan sumber daya hayati yang perlu dieksplorasi untuk memperkaya keragaman plasma nutfah. SDG merupakan sumber genetik dan modal utama dalam pembentukan varietas unggul baru (VUB) yang sangat diperlukan karena memiliki keanekaragaman genetik yang luas. Sumber genetik ini berguna untuk mengatasi permasalahan cekaman biotik (hama, penyakit) dan abiotik (kekeringan, serangan salinitas dan suhu tinggi). Saat ini erosi genetik terus berlangsung sebagai akibat gangguan alam dan ulah manusia berupa penebangan liar yang tidak bertanggung jawab (Rifai, 1983). Semakin meningkatnya kebutuhan manusia telah mengarahkan ketidakpedulian mereka terhadap lingkungan yang semakin terbatas dan akan mendorong terjadinya perambahan dan perusakan hutan. Salah satu bentuk perlindungan terhadap keanekaragaman hayati adalah dengan melaksanakan konservasi secara in situ maupun ex situ. Menurut Mac Kinnon dalam Alikodra (2000), sistem konservasi dapat dicapai melalui cara berikut (1) menjaga proses dan menopang kehidupan yang penting bagi kelangsungan hidup manusia dan pembangunan, (2) melestarikan keanekaragaman plasma nutfah yang penting bagi program pemuliaan, dan (3) menjamin kesinambungan pendayagunaan spesies dan ekosistem oleh manusia yang mendukung kehidupan jutaan penduduk pedesaan serta dapat menopang sejumlah besar industri. Dalam pemenuhan kebutuhan akan pangan, sebetulnya kita tidak perlu bergantung kepada ketersediaan bahan pangan dari negara lain. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan SDG, di samping sebagai sumber pangan, juga menjadi bahan baku industri untuk sandang, papan, dan obatobatan. Dengan kata lain, yang harus segera dikembangkan adalah teknologi-teknologi yang dapat meningkatkan nilai tambah sumber daya tersebut, sekaligus diikuti dengan upaya pelestariannya (Balitbangtan, 2002). Tahap awal program pemuliaan adalah menyediakan keragaman yang luas (Poehlman, 1991). Keragaman genetik dapat diketahui melalui arakterisasi varietas-varietas unggul modern yang dibentuk melalui program pemuliaan. Varietas pada dasarnya merupakan rakitan SDG dengan menggunakan benih yang ada. Oleh karena itu, SDG perlu dipelihara dan dilestarikan agar dapat dimanfaatkan pada saat diperlukan. Gengen yang pada saat ini belum berguna mungkin pada masa yang akan datang sangat diperlukan sebagai sumber tetua dalam perakitan VUB (Tickoo et al.,1987). Sumarno (1996) mengemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan sumber daya genetik, adalah: 1) menyusun konsep kebijakan pengelolaan SDG secara nasional, 2) mengkoordinasikan pengelolaan SDG yang terdapat di semua institusi pemerintah (Puslit, Balit), 3) membina dan meningkatkan kemampuan teknis pengelolaan SDG bagi tenaga pengelola, 4) melakukan kerjasama internasional dalam pengelolaan SDG, 5) mengelola SDG secara profesional oleh peneliti yang berdedikasi.
Description
Keywords
Research Subject Categories::A Agriculture/Pertanian::A50 Agricultural research/Penelitian Pertanian, Research Subject Categories::C Education, extension, and advisory work/Pendidikan, Penyuluhan Pertanian::C30 Documentation and information/Dokumentasi dan Informasi
Citation